Rangkuman Buku “The 7 Habits of Highly Effective People” Karya Stephen R. Covey

Pada dasarnya buku ini akan menyajikan cara untuk mengubah hidup kita lebih baik dengan menerapkan tujuh kebiasaan. Sebelum masuk pada tujuh kebiasaan tersebut kita harus mengenal paradigma atau lebih tepatnya sudut pandang kita sendiri. Karena paradigma kita-lah yang akan menentukan bagaimana kita menghadapi segala macam permasalahan hidup.

Paradigma yang kita miliki seperti halnya peta, jika peta yang kita miliki salah, maka arah tujuan kita juga akan salah. Paradigma merupakan cara kita melihat dunia – bukan melihat dari segi indra penglihatan, akan tetapi dari segi merasakan, mengerti, dan menafsirkan.

Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam kehidupan kita karena bersifat tetap dan seringkali merupakan pola yang tidak disadari. Maka kebiasaan secara terus-menerus, setiap hari akan mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan efektif atau tidaknya kita.

Untuk menjadikan sesuatu sebagai kebiasaan dalam kehidupan, kita harus memiliki tiga hal: (1) pengetahuan atas apa yang harus dilakukan, (2) keterampilan dalam bagaiaman melakukannya, dan (3) keinginan yang berupa motivasi untuk melakukannya.

Paradigma dalam pengembangan kebiasaan, terbagi menjadi tiga(h. 96):

a.   Ketergantungan. Paradigmanya adalah “Anda” merawat saya, Anda mendukung saya selama masa sulit, jika tidak saya akan menyalahkan anda atas apa yang terjadi.

b.     Kemandirian. Paradigmanya adalah “Saya” dapat melakukannya, saya bertanggung jawab, saya percaya pada diri sendiri, dan saya dapat memilih.

c.   Kesalingtergantungan. Paradigmanya adalah “Kita” dapat melakukannya, kita mampu bekerja sama, kita dapat menggabungkan bakat dan kemampuan kita serta menciptakan sesuatu yang lebih besar secara bersama-sama.

Tahap paradigma kesalingtergantungan merupakan paradigma yang jauh lebih matang dan maju, dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah mencapai tahap kemandirian. Sedangkan orang yang yang ketergantungan tak dapat memilih menjadi kesalingtergantungan.

Tujuh kebiasaan yang ditulis oleh Stephen R. Covey terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap kemandirian atau membangun etika karakter, tahap kesalingtergantungan atau membangun etika kepribadian, dan tahap terakhir yaitu tahap pengasahan dari kedua tahap sebelumnya.

Sebelum masuk pada penjelasan tahapnya kita perlu tahu terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud dengan etika karakter dan etika kepribadian. Etika karakter merupakan fondasi kesuksesan yang bergantung pada hal yang ada di dalam diri kita sendiri seperti integritas diri, kerendahan hati, kesetiaan, kontrol diri, keadilan, kesabaran, ketekunan, kesederhanaan, dan kesopanan. Etika kepribadian adalah berfokus pada hal diluar diri kita alias yang tampak seperti citra kita didepan umum, perilaku dan sikap, keterampilan dan teknik, yang melumasi proses interaksi manusia.

Tahap kemandirian atau bisa disebut kemenangan pribadi berarti menjadikan etika karakter sebagai jalan untuk membenahi diri. Pada tahap kemandirian ini, terbagi menjadi tiga bagian:

Kebiasaan (1) Menjadi Proaktif

Menjadi proaktif berarti kita sadar bahwa kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Ketika orang yang bersikap reaktif digerakkan oleh perasaan, keadaan, kondisi, dan lingkungan mereka, orang proaktif digerakkan oleh nilai-nilai yang sudah dipikirkan secara cermat dan selektif serta dihayati.

Dalam model proaktif orang memiliki kebebasan untuk memilih respon terhadap stimulus yang ada. Yang artinya semua yang terjadi dan yang akan terjadi kita-lah yang akan bertanggung jawab.

(h. 95)

Dengan memilih respon terhadap suatu keadaan, kita bisa dengan kuat mempengaruhi keadaan tersebut. Kita bebas memilih respon kita terhadap situasi apapun, tetapi saat melakukannya kita juga memilih konsekuensi yang menyertainya. Orang proaktif digerakkan oleh nilai atau prinsip, mereka membaca kenyataan, dan mereka tahu apa yang dibutuhkan.

Orang proaktif berfokus pada pada lingkaran pengaruh. Mereka membenahi hal-hal yang dapat diperbaiki. Sedangkan orang reaktif berfokus pada lingkaran kepedulian. Mereka berfokus pada kelemahan orang lain, permasalahan di lingkunga, dan keadaan yang tidak dapat mereka kendalikan.

Cara untuk mengetahui di lingkaran mana kita berada adalah ; lingkaran kepedulian diisi dengan kata "mempunyai" seperti aku bahagia ketika aku mempunya rumah. Sedangkan lingkaran pengaruh diisi dengan kata "menjadi" seperti aku dapat menjadi lebih sabar.

Pendekatan proaktif terhadap kesalahan adalah mengakuinya dengan cepat, memperbaikinya, dan belajar darinya. 

Terdapat dua cara untuk menempatkan diri kita sebagai pemegang kendali atas kehidupan kita dengan segera (h. 120):

  • Kita dapat "membuat janji" dan memenuhinya,
  • Kita dapat "menetapkan sasaran" dan berupaya mencapainya.

 Mengetahui bahwa kita bertanggung jawab - mampu merespons dengan baik - adalah merupakan dasar dari efektivitas. Efektivitas adalah keseimbangan antara P (produksi/ hasil yang diinginkan) dan KP (kapabilitas produksi/ kemampuan atau aset untuk menghasilkan apa yang diinginkan.

Terkadang, hal paling proaktif yang dapat kita lakukan adalah menjadi bahagia, cukup tersenyum dengan tulus.

Kebiasaan (2) Mulai dengan Tujuan Akhir

Penerapan paling mendasar dari "mulai tujuan akhir" adalah memulai hari dengan membayangkan, gambar, atau paradigma akhir hidup kita sebagai kerangka acuan atau kriteria yang digunakan untuk menilai semua hal-hal yang terjadi. Mulai dengan tujuan akhir berarti memulai dengan pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup kita.

Cara yang paling efektif yang penulis buku ini ketahui untuk mulai dengan tujuan akhir adalah dengan mengembangkan "pernyataan misi pribadi" atau filosofi atau keyakinan yang berfokus pada ingin menjadi apakah kita (karakter), apa yang ingin kita lakukan (kontribusi dan prestasi), serta pada nilai- nilai atau prinsip-prinsip yang mendasari kita melakukan sesuatu.

Prinsip adalah kebenaran yang mendalam dan mendasar, kebenaran yang ada sejak dulu, kaidah yang berlaku secara umum. Prinsip tidak pernah berubah, pemahaman kita tentang prinsip-lah yang berubah. Semakin kita mengenali prinsip yang tepat, semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.

Tabel memusatkan lingkaran pengaruh pada prinsip (h. 164)

Makna hidup berasal dari dalam diri kita. Seharusnya kita tidak mempertanyakan apa makna hidup kita. Akan tetapi kita bertanggung jawab untuk mendeteksi apa makna hidup kita. Kita harus menerima bahwa kita-lah yang bertanggung jawab, bahwa kita-lah pembuat program kita sendiri.
Kita mulai dengan menulis program atau naskah diri dengan bertanya pada diri sendiri mengenai "ingin menjadi apa kita nanti" dan "apa yang ingin kita lakukan dalam hidup".  Ada dua kemampuan dasar yang membantu kita dalam menulis program atau naskah kita sendiri:

  • Imajinasi (dengan imajinasi kita dapat memvisualisasikan potensi yang belum diciptakan yang ada dalam diri kita.)
  • Hati Nurani (dengan hati nurani kita bisa berinteraksi dengan berbagai hukum alam/ prinsip universal menggunakan beragam bakat unik dan kontribusi kita sendiri.)
Imajinasi dan hati nurani merupakan fungsi dari bagian otak sebelah kanan. Cara kita agar dapat memanfaatkan otak kanan kita adalah dengan dua cara: a. Memperluas Prespektif, b. Visualisasi dan Afirmasi. 

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr. Charles Garfield, menunjukkan bahwa hampir semua orang yang memiliki performa puncak adalah orang yang melakukan visualisasi. Mereka melihat, merasakan, dan mengalaminya sebelum benar-benar melakukannya.

Penggunaan imajinasi yang lebih mulia adalah yang selaras dengan penggunaan hati nurani untuk mengangkat harkat dirinya dan menciptakan kehidupan yang berkontribusi berdasarkan tujuan yang unik serta kesalingtergantungan.

Jika semua tujuan kita merupakan hasil dari perluasan dari pernyataan misi yang berdasarkan pada prinsip yang benar, hasilnya akan sangat berbeda dari tujuan yang dibuat oleh orang pada umumnya. Tujuan yang efektif berfokus pada hasil bukan pada aktivitas. Agar kita tahu di mana posisi kita saat ini.

Kebiasaan (3) Dahulukan yang Utama

Kebiasaan 3 adalah buah atau hasil dari menjalankan kebiasaan 1 dan 2. Pengelolaan atau menejemen yang efektif itu "mendahulukan yang utama", sementara kepemimpinan menentukan "apa yang utama".  Dahulukan yang utama berarti mengatur dan melaksanakan berdasarkan prioritas. 

Dua faktor yang mendefinisikan suatu aktivitas: 1) mendesak (membutuhkan perhatian segera); 2) penting (berkaitan dengan hasil). Kita harus memahami dan melakukan aktivitas yang penting dan mendesak. Namun kita jangan sampai menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa aktivitas ini penting dan mendesak, padahal pada kenyataannya sifat mendesak dari aktivitas tersebut di dasari oleh prioritas dan harapan orang lain.

matriks manajemen waktu (h. 196)

Perhatikan matriks atau bagan di atas:

  • Kuadran I merupakan aktivitas penting dan mendesak
  • Kuadran II merupakan aktivitas penting dan tidak mendesak
  • Kuadran III merupakan aktivitas tidak penting dan mendesak
  • Kuadran IV merupakan aktivitas tidak penting dan tidak mendesak.

Orang yang efektif menghindari kuadran III dan IV karena mendesak atau tidaknya memanglah tidak penting. Mereka juga akan mengurangi kuadran I dan memanfaatkan lebih banyak waktu di kuadran II. Karena manusia yang paling efektif tidak berfokus pada masalah, mereka berfokus pada peluang.

Kita harus ingat bahwa ketika hal yang mendesak itu baik, hal itu dapat menghalangi kita untuk mencapai yang terbaik dan menjauhkan kita dari kontribusi kita jika kita membiarkannya. Oleh karena itu, seringkali musuh dari "yang terbaik" adalah "yang baik".

Esensi dari efektivitas manajemen waktu dan kehidupan adalah mengatur dan menjalankan aktivitas berdasarkan prioritas yang berimbang. Cara kita menghabiskan waktu kita merupakan hasil dari cara kita melihat prioritas kita. 

Mampu untuk menjadwalkan dan mengatur aktivitas yang kita jalani saja itu tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan prinsip dan pengelolaan diri untuk mengerjakan aktivitas yang benar-benar paling penting.

Mengatur dan menjadwalkan dengan kuadran II harus memenuhi enam kriteria penting (h. 206):

  1. Koherensi (keselarasan atau kesatuan antara visi dan misi, peran dan sasaran, rencana dan prioritas, serta keinginan dan kedisiplinan kita)
  2. Keseimbangan (jadwal kita harus dapat membantu kita dalam menjalankan keseimbangan hidup, sehingga tidak mengabaikan bidang-bidang penting lainnya seperti kesehatan, keluarga, pengembangan diri kita, dan lain-lain)
  3. Fokus kuadran II (kuncinya adalah bukan memprioritaskan jadwal kita, akan tetapi menjadwalkan prioritas kita)
  4. Dimensi manusia (kita juga membutuhkan jadwal untuk berinteraksi dengan manusia, bukan sekedar jadwal. Jadwal kita harus mencerminkan pada prinsip yang menuntut agar jadwal tunduk pada manusia, untuk memperlancar hubungan, bukan menciptakan rasa bersalah karena tidak mengikuti jadwal)
  5. Fleksibilitas (jadwal kita harus menjadi pelayan bagi kita, bukan majikan kita. Oleh karena itu jadwal kita harus disesuaikan dengan gaya, kebutuhan, dan cara khusus kita)
  6. Portabilitas
Pada intinya, kuadran II mengajarkan prinsip efektivitas, bukan perilaku. Berfikir efektif terhadap manusia, dan efisien terhadap benda mati. Dan orang pertama yang harus kita pertimbangan dari segi efektivitas bukannya efisien adalah diri kita sendiri.

Kunci menjalankan manajemen diri yang efektif adalah kemampuan kita menelaah dari unsur kepentingan bukan dari kemendesakannya.

***

Setelah kita membahas tiga tahap dalam kemandirian atau kemenangan pribadi. selanjutnya kita akan membahas tentang tahap kesalingtergantungan atau bisa disebut dengan kemenangan publik. Tahap ini tidak bisa dicapai sebelum kita berhasil menjalankan tahap sebelumnya yaitu tahap kemandirian. Hal tersebut karena keselaingtergantungan berhubungan dengan orang lain atau hal diluar diri kita.

Pada intinya, kemenangan pribadi mendahului kemenangan publik. Kita tidak bisa berhasil menjalin hubungan dengan orang lain jika kita belum membayar keberhasilan dengan diri kita sendiri.

Pada tahap kesalingtergantungan atau kemenangan publik ini juga memiliki tiga tahap:

Kebiasaan (4) Berpikir Menang - Menang

Kebiasaan kepemimpinan antar pribadi yang paling efektif adalah berpikir menang-menang. Menang-menang adalah kerangka pikiran dan hati yang secara konstan mengupayakan manfaat bersama dalam semua interaksi manusia. 

Menang-menang berarti kesepakatan atau solusi yang bersifat saling menguntungkan dan saling memuaskan, serta satu-satunya alternatif nyata dalam realitas yang salingtergantugan. Jika kita tidak bisa mencapai menang-menang sebaiknya kita memilih tidak sama sekali. Kebiasaan menang-menang melibatkan latihan setiap kemampuan dasar manusia yang unik (kesadaran diri, imajinasi, hati nurani dan kehendak bebas) dalam hubungan kita dengan orang lain.

Terdapat lima dimensi menang-menang yang saling terkait untuk kesuksesan dalam semua interaksi kita dan prisip kita (h. 277):

  1. Karakter. karakter adalah fondasi dari menang-menang. Ada tiga sifat karakter yang sangat penting dalam paradigma menang-menang: a) Integritas (menyesuaikan kenyataan dengan perkataan kita); b) Kematangan (kemampuan untuk menggunakan perasaan dan keyakinan sendiri dengan timbang rasa atas pemikiran dan perasaan orang lain); c) Mentalitas keberlimpahan (paradigmanya adalah ada banyak yang tersedia di luar sana dan semua orang bisa mendapatkan bagian).
  2. Hubungan - Hubungan. Saat kita berhubungan dengan seseorang yang datang dari paradigma menang - kalah, hubungan itu tetap menjadi kuncinya. Semakin kita kuat, semakin tulus karakter kita, semakin tinggi sikap proaktif dan komitmen kita terhadap menang-menang, akan semakin kuatlah pengaruh kita terhadap orang lain.
  3. Kesepakatan. Ada lima unsur dalam kesepakatan menang-menang: a) Hasil yang diinginkan (menjelaskan apa yang harus dilakukan dan kapan); b) Pedoman (menjelaskan secara spesifik sejumlah parameter seperti prinsip, kebijakan, dsb, untuk mencapai hasil); c) Sumber daya (menjelaskan dukungan manusia, keuangan, teknis, atau organisasi yang tersedia untuk membantu mencapai hasil); d) Akuntabilitas (menetapkan standar dan waktu evaluasi); e) Konsekuensi (menjelaskan secara spesifik - baik dan buruk, alami dan logis - apa yang benar-benar dan akan terjadi sebagai hasil evaluasi).
  4. Sistem. Seringkali masalah terletak pada sistem. Jika kita menempatkan orang-orang yang baik dalam sistem yang buruk, maka kita akan mendapatkan hasil yang buruk.
  5. Proses. Terdapat empat tahap proses dalam mencari solusi menang-menang: a) melihat masalah dari sudut pihak lain; b) identifikasi masalah serta kekhawatiran utama (bukan posisi) yang terlibat; c) tentukan hasil seperti apa yang menjadi ukuran solusi yang bisa sepenuhnya diperoleh; d) kenali beberapa opsi yang mungkin tersedia untuk mencapai hasil tersebut.

Menciptakan kesepakatan kinerja menang-menang membutuhkan pergeseran paradigma yang penting. Fokusnya pada hasil, bukan pada metode.

Kebiasaan (5) Berusaha Mengerti Lebih Dahulu, Baru Dimengerti

Jangan mendengarkan dengan maksud menjawab, akan tetapi mendengarkan untuk mengerti orang lain. Mendengarkan secara empati, dengan maksud untuk mengerti orang lain secara mendalam dari sisi emosional dan intelektual. 

Kunci penilaian yang baik adalah pengertian. Prinsip mengerti terlebih dahulu sama halnya dengan seorang dokter yang mendiagnosa penyakit pasiennya terlebih dahulu sebelum memberi resep. 

Kita tidak akan pernah benar-benar bisa masuk ke dalam diri orang lain dan melihat dunia dengan cara mereka sampai kita memiliki hasrat yang murni, kekuatan karakter pribadi dan rekening bank emosi yang positif serta keterampilan mendengarkan secara empati untuk melakukannya.

Kebiasaan (6) Wujudkan Sinergi

Inti dari sinergi adalah menghargai perbedaan. Kunci untuk menghargai perbedaan itu adalah menyadari bahwa semua orang melihat dunia tidak sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana diri mereka melihatnya.

Kita bisa melatih keberanian untuk berterus terang dalam situasi kesalingtergantugan, mengekspresikan ide-ide kita, perasaan kita, dan pengalaman kita dengan cara yang akan mendorong orang lain untuk juga bersikap terbuka. 

Semakin autentik kita, semakin tulus ekspresi kita, terutama menyangkut pengalaman pribadi dan bahkan keraguan diri, semakin orang bisa menerima ekspresi kita dan hal itu membuat mereka merasa aman dalam mengekspresikan diri mereka.

***

Setelah melalui dua tahap sebelumnya yaitu, tahap kemandirian atau kemenangan pribadi dan tahap kesalingtergantungan atau kemenangan publik, Selanjutnya kita harus mengasah kebiasaan tersebut agar tetap ada dan berkembang dalam diri kita.

Kebiasaan (7) Asahlah Gergaji

Kebiasaan terakhir ini adalah dengan meluangkan waktu untuk mengasah gergaji. Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang menjadikan kebiasaan-kebiasaan lainnya mungkin. Kebiasaan ini memperbarui empat dimensi sifat kita (h. 368):

  • Dimensi Fisik

Esensi dari memperbarui dimensi fisik adalah untuk melatih tubuh kita secara teratur dengan yang akan melestarikan serta meningkatkan kepastian kita untuk bekerja dan beradaptasi serta bermain.

  • Dimensi Spiritual

Spiritual berkaitan dengan jiwa. Jika kita menyelesaikan persoalan dalam jiwa, kita akan mendapatkan perasaan damai, perasaan mengenai siapa sebenarnya kita. David O McKay mengatakan bahwa pertempuran terbesar dalam kehidupan diperjuangkan setiap hari di relung-relung terdalam jiwa kita.

  • Dimensi Mental

Mental berkaitan dengan pikiran. Orang proaktif bisa menemukan banyak cara untuk mendidik diri mereka. Tidak ada cara yang lebih baik untuk menginformasikan dan memperluas pikiran kita secara teratur selain membiasakan diri membaca literatur yang baik.

  • Dimensi Sosial/ Emosional

Rasa aman itu berasal dari dalam. Asalnya dari paradigma yang akurat dan prinsip yang tepat jauh di dalam pikiran serta hati kita. Jika rasa aman pribadi kita datang dari sumber-sumber dalam diri, kita akan memiliki kekuatan untuk melatih kebiasaan kemenangan publik.

Dr. Hans Selye mengatakan bahwa sebuah kehidupan yang panjang, sehat dan bahagia adalah hasil dari menjalankan hal-hal yang bermakna yang menimbulkan semangat pribadi dan memberikan kontribusi serta manfaat terhadap kehidupan orang lain. Etikanya adalah mendapatkan cinta tetanggamu.

Proses pembaruan diri harus menyertakan pembaruan yang seimbang di keempat dimensi di atas. Mengabaikan salah satunya akan berdampak negatif terhadap dimensi lainnya.

Untuk membuat kemajuan yang berarti dan konsisten, kita perlu mempertimbangkan satu aspek lain dari pembaruan yaitu "Hati Nurani". Dengan hati nurani kita bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. 

Hati nurani adalah kemampuan dasar yang merasakan keselarasan atau perbedaan kita dengan prinsip yang benar dan mengangkat kita ke arah prinsip yang benar - ketika prinsip tersebut sudah terbentuk. Hati nurani yang semakin berpendidikan akan mendorong kita disepanjang jalan kebebasan, rasa aman, kebijaksanaan, dan kekuasaan pribadi.

Untuk terus maju, kita harus belajar, berkomitmen dan melakukan - belajar, berkomitmen dan melakukan - dan belajar, berkomitmen dan melakukan lagi.

***

Bagian Akhir

Perubahan yang sesungguhnya itu berasal dari dalam diri kita menuju ke luar diri kita. Perubahan itu berasal dari pola pikir kita. Anwar Sadat berkata "Orang yang tidak bisa mengubah tatanan dasar pemikirannya tak akan bisa mengubah kenyataan dan karenanya tidak akan pernah membuat kemajuan'.

Dengan memusatkan hidup kita pada prinsip yang benar serta menciptakan fokus yang seimbang antara melakukan dan meningkatkan kemampuan kita untuk melakukan, kta menjadi berdaya dalam tugas menciptakan kehidupan yang efektif, berguna, dan damai untuk diri kita sendiri maupun orang lain.

"Kita tidak boleh berhenti menjelajah. Akhir dari semua penjelajahan itu adalah tiba di tempat kita memulai dan menyadari tempat itu untuk pertama kalinya"

_Elot_


Komentar