Rangkuman Buku "Emotional Intelligence" Karya Daniel Goleman

Kalau ada pertanyaan, "Faktor manakah yang lebih berperan dalam menentukan kenapa orang ber-IQ tinggi gagal sedangkan orang ber-IQ rata-rata menjadi amat sukses?

Jawabannya adalah seringkali terletak pada kemampuan yang disebut dengan kecerdasan emosional.

Di mana kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.

Buku ini akan mengajarkan kita tentang bagaimana membawa kecerdasan ke dalam emosi kita. Sehingga kita mampu untuk mengkontrol emosi kita dan menyelaraskan antara emosi dan cara mengekspresikannya.
***

BAGIAN 1: OTAK EMOSIONAL

Apa Kegunaan Emosi?
Dengan adanya emosi, manusia dapat menunjukkan keberadaannya dalam masalah-masalah manusiawi. 

Dua Jenis Pikiran Kita
Kita memiliki dua jenis pikiran. Pikiran untuk berpikir yang disebut pikiran rasional; yang lebih menonjol kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati, dan merefleksi.

Sedangkan jenis pikiran kedua adalah pikiran untuk merasakan atau pikiran emosional; memiliki respons yang cepat tapi ceroboh.

Pikiran emosional jauh bergerak lebih cepat daripada pikiran rasional, tanpa mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Sehingga seringkali mengesampingkan kehati-hatian dan analisis.

Seharusnya antara pikiran emosional dan rasional memiliki keseimbangan. Emosi memberi masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang menolak masukan-masukan emosi tersebut.
***

BAGIAN 2: CIRI-CIRI KECERDASAN EMOSIONAL.

Kecerdasan dalam akademik hanya memiliki  sedikit saja kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang yang paling cerdas dalam bidang akdemik dapat terperosok ke dalam nafsu tak terkendali dan implus yang meledak-ledak; orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidupan pribadi mereka.

Setinggi-tingginya, IQ menyumbang kira-kira 20% bagi faktor yang menentukan kesuksesan dalam hidup, jadi yang 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain. 

Dalam pengamatan, status akhir seseorang dalam masyarakat pada umumnya ditentukan oleh faktor-faktor bukan IQ, melainkan oleh kelas sosial hingga nasib baik.

Ciri-ciri dari kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa.

Kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak - atau kessmpatan - yang ditimbulkan oleh kesulitan hidup. Sekolah dan budaya kita lebih menitikberatkan pada kemampuan akademis, mengabaikan kecerdasan emosional yang juga sangat besar pengaruhnya terhadap nasib kita.

Orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik kemungkinan besar akan bahagia dan  berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka.

kita juga harus memiliki kecerdasan antarpribadi yang mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.

Menurut Gardner, kecerdasan antarpribadi merupakan kunci menuju pengetahuan diri. Gardner mengatakan "kecerdasan diri meruapakan akses menuju perasaan-perasaan diri sessorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku.

Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya, dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima wilayah utama (h. 55):
a. Mengenal Emosi Diri
Ketidakmampuan mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.

b. Mengelola Emosi
Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran.

c. Memotivasi Diri Sendiri
Orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

d. Mengenali Emosi Orang Lain
Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan dan dikehendaki orang lain.

e. Membina Hubungan
Seni membina hubungan, sebagian besar, merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. 

Kemampuan orang berbeda-beda dalam lima wilayah di atas. Beberapa orang di antara kita barangkali amat terampil di satu wilayah namun tidak pada wilayah yang lain.

Kekurangan dalam kekurangan emosional dalam wilayah di atas dapat diperbaiki sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya dan sangat mudah dibentuk jika terus-menerus belajar.

Dibanding kecerdasan intelektual atau IQ, kecerdasan emosional menambah jauh lebih banyak sifat yang membuat kita menjadi lebih manusiawi.
***

Ajaran Socrates mengenai "kenalilah dirimu" menunjukkan inti dari kecerdasan sosial: kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul.

Menurut John Mayer, kesadaran diri berarti "waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati".

Menurut Mayer, orang cenderung melakukan salah satu dari 3 gaya berikut dalam menangani dan mengatasi emosi mereka (h. 63):
a. Sadar diri. Mereka yakin akan batas-batas yang mereka bangun, memiliki kesehatan jiwa yang bagus, dan cenderung berpendapat positif akan kehidupan. Bila suasana hati mereka jelek, mereka tidak risau dan tidak larut di dalamnya, dan mereka mampu melepaskan diri dari suasana itu dengan lebih cepat.

b. Tenggelam dalam permasalahan. Mereka adalah orang-orang yang seringkali merasa dikuasai oleh emosi dan tak berdaya untuk melepaskan diri, seolah-olah suasana hati mereka telah mengambil alih kekuasaan.

c. Pasrah. Meskipun seringkali orang ini peka dengan apa yang mereka rasakan, mereka juga cenderung menerima begitu saja suasana hati mereka, sehingga tak berusaha untuk mengubahnya.
***

Penguasaan diri merupakan kemampuan untuk menghadapi badai emosional yang dibawa oleh sang nasib, dan bukannya menjadi budak nafsu. 

Dalam Yunani kuno, kemampuan penguasaan diri disebut "sophrosyne" yaitu hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan; keseimbangan dan kebijaksanaan yang terkendali.

Apabila emosi tak dikendalikan, terlampau ekstrim dan terus menerus, emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap, dan gangguang emosional yang berlebihan.

Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Penderitaan dan kebahagiaan adalah bumbu kehidupan, tetapi keduanya harus berjalan seimbang.

Benjamin Franklin merumuskan bahwa "Amarah itu tak pernah tanpa alasan, tetapi jarang yang alasannya benar". Alasan yang benar menurut Franklin yaitu amarah yang terukur, seperti amarah yang didasarkan pada pikiran yang jernih atas terjadinya ketidakadilan atau ketidakjujuran.

Semakin lama kita berpikir-pikir tentang apa yang membuat kita marah, semakin banyak "alasan bagus" dan pembenaran diri untuk menjadi marah. 

Berpikir tentang alasan kita marah akan memperbesar api amarah. Akan tetapi, memikirkan segala sesuatunya dengan titik pandang yang berbeda akan mengurangi api amarah.

Tice menemukan bahwa berpikir dalam kerangka baru yang lebih positif akan situasi merupakan salah satu cara yang paling ampuh untuk meredakan amarah.

Zillman menemukan bahwa pemicu amarah yang universal adalah perasaan terancam bahaya. Seperti diperlakukan tidak adil atau dikasari, dicaci maki atau diremehkan, frustasi sewaktu mengejar sasaran penting. Dan seringkali amarah dibangun oleh amarah.

CARA MEREDAKAN AMARAH
Menurut Zillman, cara meredakan amarah pada tahap ringan dapat dilakukan dengan menggunakan dan mengadu pikiran-pikiran yang memicu lonjakan amarah. Menggunakan pikiran untuk berpikir secara jernih dan mengadu pikiran dengan informasi atau alasan yang dapat meredakan amarah.

Cara yang kedua untuk meredakan amarah yaitu dengan cara menunggu habisnya lonjakan adrenal dalam kondisi yang besar kemungkinannya tidak akan ada pemicu-pemicu amarah lebih lanjut. Seperti menyendiri dan mencari selingan yang menyenangkan, karena  menurut Zillman akan sulit bagi seseorang untuk tetap marah bila kita menikmati saat yang menyenangkan.

Trik yang ketiga dalam meredakan amarah selain menyendiri, adalah dengan mendinginkan amarah sampai tahap ketika seseorang itu bisa menikmati saat yang menyenangkan itu terlebih dahulu.

Tice mengemukakan bahwa melampiaskan amarah merupakan salah satu cara terburuk untuk meredakannya: ledakan amarah biasanya memompa perangsangan otak emosional, akibatnya amarah orang justru bertambah, bukannya berkurang.

Seorang guru dari Tibet yang bernama Chogyam Trungpa mengatakan jika cara terbaik untuk mengatasi amarah adalah dengan "jangan menekannya, tetapi jangan melampiaskannya".
***

KEKHAWATIRAN
Satu rentetan kekhawatiran atau kecemasan akan membawa ke rentetan kecemasan berikutnya dan akan kembali lagi ke awal. Sebenarnya, reaksi yang mendasari kekhawatiran adalah kewaspadaan terhadap bahaya atau ancaman yang mungkin terjadi.

Kekhawatiran memaksa pikiran untuk terus-menerus memikirkan bagaimana mengatasi permasalahan yang ada. Dalam artian, peran kekhawatiran adalah mencari pemecahan positif akan risiko dalam kehidupan dengan mengantisipasi bahaya sebelum bahaya itu muncul.

Menurut penelitian, kecemasan muncuk dalam dua bentuk (h. 90):
- kognitif, yang muncul akibat adanya pikiran yang merisaukan.
- somatik, kecemasan yang mengakibatkan gejala-gejala fisiologis, seperti berkeringat, jantung berdebar, atau ketegangan otot.

Orang yang menderita insomnia, adalah mereka yang menderita kecemasan kognitif, hal ini karena mereka tidak bisa tidur disebabkan oleh pikiran yang mengganggu. Salah satu cara terhindar dari insomnia adalah menjauhkan pikiran yang mencemaskan, memusatkan perhatian pada perasaan yang rileks. Dengan kata lain, kekhawatiran dapat dihentikan dengan mengalihkan perhatian.

Kekhawatiran juga bisa memunculkan sesuatu yang positif. Hal ini karena kekhawatiran adalah cara untuk menghadapi kemungkinan ancaman dan mengatasi bahaya-bahaya yang menghadang. Fungsi kekhawatiran apabila berhasil adalah untuk melatih mengenali bahaya dan menyajikan pemecahan untuk menghadapinya. Meskipun terkadang kekhawatiran tidak sesukses itu, apalagi jika seseorang mengidap kekhawatiran kronis.

Borkovec menemukan beberapa langkah sederhana yang dapat membantu bahkan penderita kekhawatiran paling kronis sekalipun (h. 93):
- kesadaran diri. Peka terhadap akan adanya serangan kekhawatiran sedini mungkin. Belajar untuk mengidentifikasi perasaan yang menyertai kecemasan pada tubuh.
- bersikap kritis terhadap pengandaian-pengandaian atau pikiran-pikiran yang merisaukan. Bersikap santai dapat melawan sinyal kecemasan yang dikirimkan oleh otak emosional ke seluruh tubuh. 
***

Kecerdasan emosional merupakan kecakapan utama, kemampuan yang secara mendalam mempengaruhi semua kemampuan lainnya, baik memperlancar maupun menghambat kemampuan itu sendiri.
***

Akar dari segala kendali diri secara emosional adalah dorongan hati untuk bertindak. Barangkali tidak ada ketermapilan psikologis yang lebih penting selain melawan dorongan hati. Dalam melawan dorongan hati, dibutuhkan kemampuan untuk menahan dorongan untuk bertindak dan memadamkan gerakan yang baru saja terpancing.

Walter Mischel melukiskan bahwa "penundaan pemuasan yang dipaksakan kepada diri sendiri demi suatu sasaran, barangkali merupakan inti dari pengaturan diri secara emosional: kemampuan untuk melawan dorongan demi tercapainya sasaran, baik itu membangun suatu bisnis, menyelesaikan persamaan aljabar, maupun mengejar gelar juara liga sepak bola.
***

Orang yang cemas lebih mudah gagal sekalipun memeiliki skor tinggi dalam tes kecerdasan. Semakin cemas sesorang, semakin buruklah kinerja akademis mereka. Serta mengganggu pengambilan keputusan mereka.

Di sisi lain, orang yang mengatur emosi dapat memanfaatkan kecemasan antisipasi, misalnya jika mau menghadapi ujian – untuk memotivasi diri guna mempersiapkan diri baik-baik, sehingga dapat melakukannya dengan sempurna.

Suasana hati yang bahagia, ketika sedang berlangsung, dapat memperkuat kemampuan untuk berpikir dengan fleksibel dan dengan lebih kompleks, sehingga memudahkan menemukan pemecahan masalah, baik persoalan intelektual maupun antarpribadi.

Dalam menyusun rencana atau keputusan, orang dengan suasana hati yang bagus mempunyai bias persepsi yang membawa mereka ke wawasan yang lebih luas dan cara berpikir yang lebih positif. Hal ini dikarenakan sebaian ingatan ditentukan oleh keadaan, sehingga bila suasana hati kita bagus, peristiwa-peristiwa yang lebih postiflah yang kita ingat.
***

Harapan menurut penemuan para peneliti modern, lebih bermanfaat daripada memberikan sedikit hiburan di tengah kesengsaraan.

Menurut penemuan Synder, orang-orang yang memiliki harapan tinggi memiliki ciri-ciri tertentu. Di antaranya mampu memotivasi diri, merasa cukup banyak akal untuk menemukan cara meraih tujuan, tetap memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa segala sesuatunya akan beres ketika sedang menghadapi tahap sulit, cukup luwes untuk menemukan cara alternatif agar sasaran tetep tercapai atau untuk mengubah keberanian untuk memecah-mecah tugas amat berat menjadi tugas kecil-kecil yang mudah ditangani.

Optimisme, samahalnya dengan harapan, yang bertarti memiliki pengharapan yang kuat bahwa secara umum segala sesuatu dalam kehidupan ini akan bere kendati ditimpa kemunduran dan frustasi.

Dari titik pandang kecerdasan emosional, optimisme merupakan sikap yang menyangga orang agar jangan sampai terjatuh ke dalam kemasabodohan, keputusasaan, atau depresi bila diadang kesulitan.

Orang yang optimis memandang kegagalan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki.
***

FLOW
Barangkali puncak kecerdasan emosional adalah mampu mencapai keadaab flow. Flow adalah keadaan ketika seseorang sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakannya, perhatiannya hanya terfokus ke pekerjaan itu, kesadaran menyatu dengan tindakan.

Dengan demikian untuk mencapai flow kita memerlukan keadaan konsentrasi tinggi untuk bisa fokus terhadap apa yang dikerjakan.

Flow merupakan prasayarat penguasaan keahlian tertentu, profesi, seni, dan juga pembelajaran. Flow memotivasi untuk menjadi lebih baik dan lebih baik dalam suatu hal.

Berkaitan dengan Flow, Csikzentmihalyi menyimpulkan: "Pelukis harus menyukai pekerjaan melukis itu sendiri di atas segala-galanya. Seandainya seniman di depan kanva itu mulai bertanya-tanya berapa harga lukisannya bila terjual, atau apa komentar kritikus tentang lukisan itu, ia tidak akab mampu mengejar tujuan sebenarnya.

Dalam penelitiannya, Ia menemukan bahwa yang menjadi pelukis-pelukis serius adalah mereka yang semasa mahasiswa menikmati kebahagiaan melukis itu sendiri. Sedangkan mereka yang termotivasi memasuki sekolah seni karena mengejar ketenaran dan kekayaan sebagian besar telah jauh melenceng dari seni setelah lulus.
***

EMPATI
Empati dibangun berdasarkan kesadarn diri; semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin terampil kita membaca perasaan.

Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, ikut berperan dalam pergulatan di arena kehidupan, mulai dari penjualan dan manajemen hingga asmara dan mendidik anak, dari belas kasih hingga tindakan politik.

Pada dasarnya, setiap hubungan yang merupakan akar kepedulian berasal dari penyesuaian emosional, dari kemampuan berempati.

Seni yang mantap untuk menjalin hubungan – membutuhkan dua keterampilan emosional lain, yaitu manajemen diri dan empati. Orang yang tidak memiliki kecakapan inilah yang menyebabkan mereka akan gagal dalam membina hubungan mereka.


(Bersambung...)
27/04/2022





















 







Komentar